Powered By Blogger

Minggu, 27 Juli 2014

Indahnya Berada Bersama Mereka (Catatan Refleksi: Kunjugan ke Panti Jompo Budi Agung Oepura)

Sabtu, 26 Juli 2014 saya dan teman saya bernama Mario mengunjungi salah satu panti jompo di Kota Kupang yaitu Panti Jompo Budi Agung Oepura.  Panti Jompo ini terletak di Jalan Rambutan 09 Oepura, persis di belakang Dinsos Kota Kupang. Saya dan teman saya berangkat dari tempat kerja saya di Walikota pada pukul 18.15 WIB dan lima belas menit kemudian tiba di sana. Saya sendiri belum pernah mengunjungi panti ini sementara Mario sudah beberapa kali dan bahkan sering datang mengunjungi para penghuni panti ini, apalagi katanya ini adalah bagian dari pelayanan yang sering dilakukan oleh sebuah komunitas Doa, St. Egidio. St, Egidio Sendiri merupakan komunitas Doa yang punya banyak kegiatan pelayanan dan salah satunya mengunjungi para lansia di Panti Jompo Budi Agung Oepura ini.
Hari sudah gelap ketika kami tiba di komplek panti. Saya pun diajak oleh teman saya untuk berkeliling sambil melihat kondisi di sekitar panti. Dalam komplek yang lumayan luas itu terdapat beberapa wisma yang diberi nama berdasarkan nama-nama bunga, seperti teratai, kamboja, mawar, dan lain-lain. Setiap wisma dihuni oleh maksimal 8 lansia. Setelah berkeliling sebentar, kami pun menuju salah satu wisma. Dari luar wisma, terlihat beberapa lansia sedang makan malam. Saya pun bermaksud untuk tidak masuk wisma dulu karena taku acara makan malam mereka terganggu. Namun Mario sudah lebih dulu terobos masuk, saya pun yang sebelumnya masih ragu mengikutinya juga dari belakang. Tidak sungkan-sungkan saya pun menyalami mereka satu persatu mengikuti apa yang dilakukan Mario. Biasa, pemula biasanya agak malu. Ada kebahagiaan yang saya bisa tangkap dari wajah mereka. Seakan mereka merasa bahwa mereka disapa dan mendapat perhatian. Komunikasi pun berlangsung lancar tak jarang kami pun membagikan cerita-cerita lucu yang membuat mereka tertawa. Senang rasanya ketika melihat mereka bahagia. Saya yang sebelumnya punya motivasi hanya sekadar jalan-jalan ke panti tiba-tiba berubah setelah menjumpai mereka. Ada keinginan terbesar untuk kembali ke panti ini karena rasa cinta dan belaskasihan saya mulai muncul dan inilah yang kemudian memotivasi saya untuk berada di tengah-tengah mereka.
Kebersamaan mereka dalam wisma ini sangat terlihat, komunikasi antar mereka tetap terjaga. Di samping itu, mereka juga mengajariku makna melayani satu sama lain. Lansia yang usianya lebih muda dari yang lansia yang lain memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam mengurusi wisma, mulai dari menyapu, mencuci piring, merapikan tempat tidur serta punya kewajiban mengambil makanan di dapur utama yang tidak jauh dari wisma. Saya melihat ini semua sebagai sebuah bentuk pelayanan. Tak jarang mereka juga melayani lansia umurnya lebih tua. Untuk di ketahui usia lansia diwisma ini berkisar dari 67 tahun-88 Tahun.  Dengan usia yang cukup bervariasi, serta karakter yang pastinya juga berbeda mereka mampu mempertahankan kebersamaan mereka. Di usia mereka yang sudah tua, ada diantaranya yang sakit-sakitan dan tentunya membutuhkan perhatian yang lebih. Biasanya mereka mengalami kesulitan dalam mendengar dan melihat.
 Satu hal yang membuat saya sedih dan juga terharu ketika salah satu dari mereka mengatakan bahwa kalian (saya dan Mario) bukan anak kami bukan juga cucu kami, tetapi kalian datang mengunjungi kami jadi terima kasih banyak semoga Tuhan berkati kalian. Memang tak henti-hentinya mereka bersyukur atas kedatangan kami. Aku pun begitu, bersyukur menjumpai mereka. Doa mereka menjadi mimpi saya untuk terus bersyukur dan bersyukur. Masa tua mereka dihabiskan di panti dalam kebersamaan yang utuh dimana kehadiran Tuhan ada pada mereka.  Walaupun baru pertama kali menjumpai, saya merasa ada kedekatan dengan mereka. Mereka menyayangiku, kadang pula mereka menciumku seperti halnya seorang nenek kepada cucunya. Hal ini mengingatkanku pada nenek saya yang sudah kembali ke rumah Bapa. Kebersamaan kami pun masih berlanjut sambil menikmati buah pisang yang mereka sajikan buat saya dan Mario. Bahkan ada yang mengeluarkan kue dari lemari untuk kemudian kami makan. Kebersamaan kami dipenuhi oleh tawa dan canda. Peneguhan pun kami dapatkan dari mereka, terlebih khusus dari doa-doa mereka agar kami diberi terang dalam perjalanan hidup kami. Akhir kebersamaan kami tentunya ditutup dengan doa yang dipimpin oleh salah satu dari mereka. Isi doanya singkat, bersyukur atas kunjungan saya dan Mario serta memohon kepada Tuhan agar saya dan Mario diberikan berkat serta perlindungan dalam ziara hidup kami dan tak lupa pula didoakan agar kami sungguh-sungguh menyadari bahwa kasih Tuhan begitu besar untuk setiap umat-Nya. Dan kasih Tuhan itu pun saya rasakan di panti ini. Akhirnya kami berpamitan, kembali saya salami mereka satu persatu dan berjanji akan kembali mengunjungi mereka lagi.
Waktu sudah menunjukan pukul19.45 WITA ketika kami meninggalkan wisma oma-oma di wisma yang tadi kami kunjungi. Kami masih punya waktu, karena tepat pukul 20.30 WITA saya harus kembali ke Penfui dan Mario ke Walikota. Waktu yang tersisa kami manfaatkan untuk mengunjugi salah satu wisma lagi, kali ini penghuninya adalah para ba’i (baca: kakek). Saya dan Mario pun masuk dan menyelami mereka satu persatu persis seperti apa yang kami lakukan di wisma sebelumnya. Para ba’I pun sangat antusias menerima saya dan Mario.
Di dekat pintu masuk ada ba’I yang menarik perhatian saya. Di tangannya ada beberapa kertas doa yang sudah kusam sementara dilehernya tergantung emapt Rosario sekaligus. Dihadapanya ada satu ba’I lagi. Sepertinya beliau sedang membagi pengalaman rohaninya sambil mengacu pada kertas-kertas doa yang ada di tangannya. Saya pun tanpa ragu mendekatinya, dugaanku betul beliau masih berbicara tentang Tuhan, kepada saya beliau mengatakan bahwa kasih Tuhan itu besar, segala beban kita akan ringan jika melangkah bersamanya. Lalu beliau menunjukan kepadaku sebuah foto dirinya di kaki salib. Dia menjelaskan bahwa foto tersebut menyimpan banyak kenangan akan perjumpaannya dengan Tuhan. Itulah sebabnya foto tersebut selalu selalu beliau bawa kemanapun beliau pergi. Saya melihat dalam dirinya ada semangat pewartaan dan memberikan kesaksian akan Tuhan.
Di wisma yang kami kunjugi ini juga ada ba’I Benyamin yang punya kretivitas yang luar biasa. Beliau bisa membuat tas dengan menggunakan benang khusus, bukan hanya itu beliau juga sering membuat gelang, kalung, tasbi, dan Rosario. Biasanya hasil karyanya ini dijual dengan harga yang bervariasi mulai dari Rp.5000 – Rp.100.000. Biasanya yang membeli hasil karyanya adalah pengunjung atau tamu yang dating ke panti. Ba’I Benyamin adalah satu-satunya muslim yang ada di wisma kedua yang kami kunjungi ini. Meski berbeda keyakinan dengan penghuni lain kehidupan dan kebersamaan mereka tetap akur dan juga terjaga. Sebenarnya saya ingin berlama-lama di panti, tetapi karena sudah malam apalagi rumah saya cukup jauh, saya dan Mario pun pamit pulang. Kembali saya menyelami mereka satu-persatu dan meninggalkan panti.
Bagi saya kunjugan ke panti merupakan kunjugan yang inspiratif. Banyak hal yang saya dapatkan dari sana, yaitu soal menjaga kebersamaan, kesabaran, komunikasi, pelayanan, sampai pada kehidupan doa. Saya berharap, saya bisa belajar lebih dalam lagi dan menhayati nilai-nilai kristiani yang saya dapatkan. Saya pun berdoa semoga mereka semua tetap sehat dan dilindungi oleh kuasa Tuhan.
@@@@




Tidak ada komentar:

Posting Komentar